Perekrutan Karyawan Berkualitas Memang Penting, Namun Apa Perlu Dilihat dari Gelar?


UPMKNews - - Kasus ini mungkin tidak asing lagi bagi para pejuang amplop coklat. Banyak dari mereka, para pelamar kerja yang ditolak karena alasan perusahaan yang hanya menerima lulusan sarjana saja sedangkan mereka yang tidak mempunyai gelar apa-apa tidak diterima. Hal ini menjadi dilema bahkan masalah bagi anak yang hanya lulusan SMA atau SMK. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan berbagai cara agar mereka bisa diterima kerja. Mulai dari bantuan orang dalam sampai dengan memberi sogokan.

Perusahaan yang mengedepankan dan hanya menerima karyawan lulusan sarjana, bukan bermaksud diskriminatif, tetapi perusahaan memiliki beberapa alasan untuk kondisi ini. Alasan pertama adalah persaingan. Meskipun pasar kerja terbuka lebar, persaingan masih sengit di beberapa sektor. Perekrutan sarjana oleh perusahaan dimaksudkan untuk memberikan pengukuran objektif untuk menilai calon karyawan. Maksud lainnya adalah membatasi jumlah pelamar yang tidak memenuhi syarat. Alasan kedua, pengusaha percaya mereka yang gelar sarjana lebih ambisius daripada lulusan SMA atau SMK. Meraih gelar sarjana membutuhkan tingkat komitmen yang lebih tinggi, dan pengusaha percaya bahwa komitmen tersebut akan diterjemahkan ke dalam etika kerja yang baik. Terakhir, seiring banyak industri yang bersifat lebih teknis dan bergerak lebih cepat, pengusaha berharap memiliki karyawan dengan berbagai pengetahuan dasar. Hal ini jauh lebih efektif dan efisien ketimbang menyelenggarakan pelatihan selama beberapa bulan untuk karyawan baru.  

Bahkan ketika seseorang mengambil pekerjaan di luar lapangan utama studinya, pada umumnya dia memiliki pemikiran, pemecahan masalah kritis dan kemampuan komunikasi yang diperlukan untuk sukses dalam bidang apapun. Hal ini membuat mereka lebih menarik bagi perusahaan. Intinya, gelar sarjana kini menjadi persyaratan utama dalam mencari pekerjaan. Meskipun bernilai penting, gelar sarjana belum tentu menjadi tiket emas untuk karier impian.

Jadi, untuk mereka yang lulusan SMK atau SMA yang ditolak kerja, bukan berarti kemampuannya diragukan dengan yang lulusan sarjana, akan tetapi bisa jadi mereka ditolak kerja karena memang SOP (Standar Operasional Perusahaan) sudah begitu. Kalau bicara kemampuan atau skill, itu tidak melulu harus menjadi sarjana dan memiliki gelar. Banyak yang hanya lulusan SMK atau SMA yang mempunyai skill di atas rata-rata dibanding dengan yang lulusan sarjana, karena skill itu dapat dibentuk sendiri dan cara membentuknya itu bisa dengan latihan, banyak praktik, ataupun dengan banyak membaca buku. 

Jika dikaitkan dengan konteks IPS, permasalahan sosial ini berkaitan dengan teori individu, masyarakat, pranata sosial, struktur sosial, dan hubungan sosial budaya. Individu adalah sesuatu yang utuh dan tidak dapat dibagi dimana seorang individu tersebut memiliki kekhasan dan keunikan. Setiap individu memiliki raga, kepribadian, kemampuan, bakat, tingkah laku, dan karakteristik yang berbeda. Individu satu dengan individu lain tidak akan mungkin sama, pasti ada hal yang membedakannya. Seperti seorang lulusan SMK dengan seorang sarjana pasti mempunyai kepribadian, kemampuan, dan karakteristik yang berbeda. 

Masyarakat adalah sekelompok individu yang diatur oleh aturan, norma, adat, hukum, dan budaya. Masyarakat muncul dari keunikan dan kekhasan yang dimiliki oleh setiap individu. Seorang lulusan SMK dengan seorang sarjana jika mereka sama-sama bersaing dalam melamar pekerjaan, mematuhi peraturan yang dibuat atau persyaratan yang telah ditentukan oleh perusahaan, dan saling beinteraksi maka mereka dapat dikatakan sebagai masyarakat yang utuh yang telah mematuhi aturan, norma, adat, hukum, dan budaya.

Masyarakat yang telah patuh terhadap aturan, norma, adat, hukum, dan budaya maka mereka telah menjalankan pranata sosial. Interaksi sosial yang terjadi di masyarakat dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial dapat menghasilkan interaksi positif dan interaksi negatif. Kedua interaksi ini dipengaruhi oleh budaya. Setelah terjadi interaksi sosial maka akan terbentuk struktur sosial.

Struktur sosial adalah susunan masyarakat yang dapat dilihat dari berbagai sisi. Susunannya ada yang di atas, tengah, dan bawah. Yang mempengaruhi susunan tersebut adalah jabatan, pendidikan, keturunan, dan takdir. Seperti dalam kasus ini, orang yang mempunyai gelar akan lebih mudah mendapat akses pekerjaan dibanding dengan yang hanya lulusan SMA atau SMK. Apabila keadaannya sudah seperti itu, maka akan muncul masalah baru, yaitu banyaknya pengangguran yang disebabkan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia serta kurangnya lapangan kerja untuk anak-anak muda. Tidak hanya itu, orang yang berpendidikan tinggi juga jauh lebih dihargai oleh masyarakat dibanding dengan orang yang pendidikannya biasa saja. Pendidikan menjadi salah satu pengaruh munculnya perbedaan status sosial dalam masyarakat.

Masalah ini bersumber dari adanya kesenjangan sosial ekonomi. Kesenjangan sosial adalah keadaan tidak seimbang yang terjadi di masyarakat sehingga mengakibatkan perbedaan yang mencolok. Sedangkan kesenjangan ekonomi adalah sebuah keadaan ketimpangan penghasilan antara masyarakat kelas atas dan kelas bawah sangat tinggi. Substansi dari kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Masalah kesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial. Kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial adalah masalah besar bagi negara Indonesia. 

Akar permasalahan dari kesenjangan sosial ekonomi adalah tidak meratanya pendapatan dari setiap warga negara Indonesia di setiap daerah, kemudian pembangunan yang tidak merata di setiap wilayah Indonesia. Hal tersebut menyebabkan tingkat kemiskinan menjadi tinggi.  Kadar kemiskinan tidak lagi sekedar masalah kekurangan makanan, tetapi bagi warga masyarakat tertentu bahkan sudah mencapai tahap ekstrem sampai level kehabisan dan ketiadaan makanan. Potret kemiskinan itu menjadi sangat kontras karena sebagian warga masyarakat hidup dalam kelimpahan, sementara sebagian lagi hidup serba kekurangan. Kekayaan bagi sejumlah orang berarti kemiskinan bagi orang lain. Tingkat kesenjangan luar biasa dan relatif cukup membahayakan.   

Adapun jika angka kemiskinan tinggi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa kualitas pendidikan pun akan mendapat imbasnya. Salah satu contohnya adalah seorang anak dari keluarga yang serba kekurangan tidak bisa melanjutkan sekolah ataupun kuliah dikarenakan kondisi ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan sangat sulit bagi negara Indonesia untuk mengurangi permasalahan kesenjangan sosial maupun kesenjangan ekonomi. 

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kesenjangan sosial ekonomi tersebut diantaranya adalah dengan mengajarkan nilai-nilai Pancasila, membuka lapangan pekerjaan, memulai berwirausaha, memprioritaskan pendidikan, dan yang paling utama adalah meningkatkan kinerja pemerintah. Pemerintah harus memperhatikan kondisi kesenjangan di lingkungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar setiap rakyat Indonesia dapat memiliki penghidupan yang layak dan bertanggung jawab.  Sebagaimana dari fungsi negara itu sendiri yang harus menyejahterakan masyarakat sesuai UUD yang telah mengaturnya.

Penulis : Fadli Ibnu Naji, Ira Nafisa, Nurulita Fitriani, Ratna Rahmanita, Rifa Tri Khaerunisa, Sri Rahayu, Tuti Faoziah


Bagikan Berita Ini

Facebook Twitter Whatsapp